Kesalehan menurut sebagian orang adalah: rajin beribadah, seseorang yang lembut dan ramah, seseorang yang punya pengetahuan Alkitab yang baik, rajin berpuasa, doa berjam-jam, bangun jam 4 pagi, dll. Penilaian-penilaian itu tentu, sekali lagi, bisa benar, tetapi kadang juga bisa salah, karena tolok ukur kita hanya aspek luar manusia belaka. Lalu seperti apakah standar kesalehan itu? Saat ini kita akan menjawabnya dengan melihat teladan dari seorang tokoh dalam kisah kelahiran Yesus, yakni Yusuf, suami Maria, wanita yang melahirkan Yesus.
Matius 1:19. “Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.”
Dalam keadaan demikian, Yusuf mengambil pilihan yang luar biasa! Dia mencari jalan keluar yang baik bagi dia dan Maria (win-win solution). Yusuf sebenarnya bisa saja membalas dendam dengan menceraikan Maria di depan umum supaya dia malu, atau mengajukannya agar dirajam batu. Bila saya jadi Yusuf, bisa jadi saya akan memilih dua pilihan tersebut karena saya telah dikhianati! (bnd. Ams. 6:34). Dan dikhianati tentu saja bukan hal yang menyenangkan bagi siapa pun! Ya, bila saya jadi Yusuf, mungkin saya akan memegang dada saya sambil berkata, “Sakitnya tuh di sini!”
Dari kisah ini kita belajar satu hal yang penting soal kesalehan: hidup yang saleh bukan hanya bicara soal apa yang kita pakai atau lakukan sebab semuanya bisa menipu. Kehidupan yang saleh bicara soal ketaatan mutlak pada kehendak Tuhan dan sikap hati kita untuk tunduk secara penuh di hadapan Tuhan! Namun, bukan hanya taat pada rencana yang baik, sebab kesalehan akan membawa kita tetap taat pada Tuhan, meskipun Tuhan membawa kita pada situasi yang tidak nyaman dan tidak pasti.
Doa: “Tuhan Yesus, ajar kami untuk tetap taat kepada-Mu, apa pun kondisi yang kami alami saat ini. Amin.”
0 komentar:
Posting Komentar